Bossmoonvape – Di Indonesia, stigma seputar infeksi HIV masih sangat kuat. Banyak orang yang menganggap terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) sebagai sebuah aib yang harus di sembunyikan. Sayangnya, pandangan ini justru berdampak negatif pada pasien, yang sering kali mengalami diskriminasi dan kesulitan mendapatkan pengobatan yang mereka butuhkan. Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Ahmad Akbar Sp. PD, mengungkapkan bahwa masyarakat perlu mengubah pandangan tersebut untuk menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi pasien ini.
Stigma Terhadap HIV yang Masih Menghantui
Di sejumlah daerah, masih banyak orang yang menganggap HIV sebagai kutukan yang memalukan. Hal ini, menurut dr. Ahmad, membuat pasien ini merasa tertekan dan semakin sulit untuk mendapatkan dukungan atau pengobatan yang tepat. Dampak psikologis seperti depresi pun dapat memperburuk kualitas hidup pasien. Menurut dr. Ahmad, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa stigma ini justru menghambat proses penyembuhan dan pemulihan pasien ini.
“Baca Juga Di Aplikasi BMV Khilafers”
Mengapa Empati dan Pendekatan Hak Asasi Manusia Penting?
Dr. Ahmad menekankan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi terhadap pasien HIV, dengan menaruh empati dan memperlakukan mereka dengan hak asasi manusia yang setara. Pasien ini juga berhak untuk hidup berdampingan dengan masyarakat tanpa rasa takut atau di kucilkan. Kesetaraan dalam kesehatan dan hidup bersama tanpa diskriminasi adalah hal yang harus terus di sosialisasikan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi pasien, tetapi juga akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya dukungan sosial bagi mereka yang terinfeksi HIV.
Edukasi Tentang HIV untuk Mengurangi Stigma
Penting bagi masyarakat untuk memahami cara penularan HIV dan fakta-fakta penting lainnya terkait penyakit ini. Edukasi mengenai penyakit ini dapat membantu mengurangi rasa takut dan kecemasan yang tidak berdasar, serta memberikan pemahaman bahwa orang yang hidup dengan HIV berhak untuk hidup normal dan beraktivitas seperti orang sehat. Dr. Ahmad mengingatkan, “Yang perlu kita hindari adalah penyakitnya, bukan orangnya.” Dengan pemahaman yang lebih baik, pasien ini dapat di terima dalam masyarakat dan kualitas hidup mereka pun dapat terjaga.
Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih inklusif dan penuh empati, sehingga pasien ini bisa menjalani hidup mereka tanpa diskriminasi dan stigma.
“Simak Juga: Kekurangan Serat Bisa Memicu Risiko Kanker Usus Besar”